Inspirasi Siang

ARAKAN...

Hari itu di Abad 8 Masehi...

Hari itu masih di zaman Khalifah Harun al-Rasyid,
Searmada kecil kapal pedagang Arab Muslim hancur
seketika saat menghantam bebatuan samudra yang kukuh.
Para pedagang malang itu berhasil menyelamatkan jiwa
berlabuh di tepi pantai Kepulauan Rahimbray.

Sejak saat itu,
Kawasan Arakan tak asing lagi
bagi para penjelajah Muslim abad ke 8 Masehi.
Banyak dari mereka lalu bermukim di sana,
Menikah dengan gadis setempat,
Meniti jalan para Nabi dan Rasul:
Mendakwahkan Islam, jalan pembebasan manusia.

Dalam “Outline of Murmese History”,
G.E. Hervey menutur:

“Paska abad 10 M, kawasan itu masih tetaplah Budhis,
meski agama Muhammadism (baca: Islam) dan Masjid begitu tersebar.
Tidak diragukan bahwa pengaruh Islamlah yang menyebabkan
Hijab kaum wanita di Arakan lebih banyak dari Burma…”

Dalam kisah berikutnya,
Mesjid-mesjid indah menawan tertegak di kawasan itu,
Membentang dari Asam hingga Malaya…

Hingga akhirnya,
Sebuah kekuasaan Islam berdiri tegak di sana.
Selama 3,5 abad lamanya:
Silih berganti 48 raja muslim memimpin kawasan itu;
Antara kurun tahun 1430 hingga 1784 Masehi.

Sebermula sejak Paduka Narameikhla alias Min Saw Mun
menutur 2 kalimat syahadatnya,
dan mengukuh diri sebagai “Paduka Sulaiman Syah”,
Mengukir jejak peradaban dan kemanusiaan.

Hingga akhirnya,
Perjalanan sejarah berjalan pada takdirnya.

Tahun 1784, Budhabay, Raja Budhis Burma,
Mengukuhkan tapal kuasanya di bumi Arakan.
Membungihanguskan masjid-masjid indah dan madrasah.
Membunuh para ulama dan ustadz.

40 tahun lamanya itu berlangsung,
Hingga penjajah Inggris datang.
Dan di tahun 1937 M,
Inggris mengukuh Burma
sebagai Pemerintahan “Burma British”…

Tahun 1942 M,
Air mata sejarah kembali tumpah.
Tragedi pembantaian besar kaum muslimin kembali terjadi.
Kurang lebih 100.000 muslim meregang nyawa.
Umumnya wanita, orangtua dan kanak-kanak.
Ratusan ribu konon terusir dari negeri sendiri.
Begitu tragisnya,
Hingga para tetua muslim di negeri itu tak dapat melupanya.

Tahun 1947 M,
Menjelang proklamasi kemerdekaan Burma,
Sebuah konferensi persiapan kemerdekaan diperhelatkan.
Seluruh pihak dan kelompok dari semua ras diundang hadir,
Kecuali kaum muslimin Rohingnya!

Tahun 1948 M,
Tepatnya hari ke 4 bulan Januari,
Inggris menghadiahkan kemerdakaan pada Burma;
Dengan satu syarat:
Pemerintah Burma memberikan kemerdekaan
untuk semua ras dan suku
jika mereka ingin berdiri sendiri
paska 10 tahun dari saat itu.
Namun Pemerintah Burma merobek sendiri perjanjian itu!

Dan umat Islam Rohingnya pun
melanjutkan babak kelam di negeri sendiri…
1962 M: lebih dari 300.000 Muslim terusir ke Bangladesh
paska kudeta militer di penjuru negeri.
1978 M: lebih dari 500.000 Muslim kembali terusir.
1988 M: lebih dari 150.000 Muslim kembali terusir
karena pembangunan desa percontohan untuk Kaum Budhis (dalam sebuah upaya perubahan demografis).
1991 M: lebih dari 500.000 Muslim kembali terusir
paska pembatalan hasil pemilu demokratis
yang memenangkan partai oposisi, NLD (National League for Democracy);
Partainya sang nyonya besar, Aung San Suu Kyi,
dimana kaum muslimin menjadi pendukung utamanya,
dan hari ini ia menjadi penonton yang tenang di kursi presidennya!

***

Dan kini,
Saudara-saudaramu di Arakan melipat hari dalam nestapa:
Tak berhak menyandang kewarganegaraan.
Surat-surat resmi mereka menuliskan: mereka bukan warga negara!
Tidak berhak menikmati fasilitas melanjutkan pendidikan.
Tidak berhak bekerja sebagai pegawai negeri.
Terusir dan terbunuh!

***

Kawan,
Apa yang kau pikirkan?
Berharap pada polisi dunia?
Berharap pada pemuka negeri?
Berharap pada manusia?

Sudahlah…
Ada Sang Penguasa jagat semesta.

Bangunlah di penghujung malam,
Bersimpuhlah di batas adzan dan iqamah,
Bersungguhlah dalam sujud-sujudmu,
Pintalah dengan air mata dan jiwa:
Semoga Allah segerakan pertolonganNya
untuk saudara-saudara kita di Bumi Arakan…
Semoga luka dan nestapa itu terbasuhkan
oleh bahagia dan keimanan.
Semoga para pembantai itu,
Para pendukungnya,
Para pendiamnya,
Disatukan dalam kawah adzab yang merapal lolong kesakitan mereka
hingga jauh ketujuh lapis bumi yang sepi…

Itulah doa kita.
Setidaknya itu menjadi udzur kita
pada Hari Akhir nanti,
atas ketidakberdayaan diri,
atas kelemahan pribadi,
menghela nafas bersama tebasan pedang
di kancah perjuangan bernama Jihad fi sabilillah…

Akhukum wa Muhibbukum fillah,
Muhammad Ihsan Zainuddin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inspirasi Sore

Renungan malam

Renungan jelang Isya