Inspirasi Petang

SEJARAH & HUKUM VALENTINE’S DAY

https://inilahfikih.com/2018/02/sejarah-hukum-valentines-day/

Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day.

Biasanya mereka saling mengucapkan “Selamat Hari Valentine”, berkirim kartu, coklat atau bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “Hari Kasih Sayang”. Benarkah demikian?

Sejarah Valentine’s Day:

Perayaan lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, di persembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada tanggal 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda mencambuk orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dicambuk karena anggapan cambukan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur. Ketika agama Kristen katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah kaisar Constantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, vol. 12, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998). The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang diantaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada pen-jelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Clau-dius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena me-nyatakan tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi (Maha tinggi Alloh dari apa yang mereka persekutukan, sesung-guhnya Isa al-Masih adalah Rosululloh, bukan Robb. Dan sesungguhnya Para penyembah berhala Romawi dan Orang Kritiani adalah sama-sama Kafir-pen). Orang-orang yang mendambakan doa St. Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Caisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: the World Book Encyclopedia, vol. 20, 1993). ‘Valentine’ berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa,Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan (oleh mereka) kepada Nimrod dan Lupercus, tuhannya orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.

Dalam Islam hal ini di-sebut Syirik, artinya menyekutukan Alloh. Adapun cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan Ibunya sendiri! Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembah berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal mua-salnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita –remaja putra putri Islam- yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Alloh Ta'ala berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai per-tanggung-jawabnya.” (QS. Al-Isro’: 36)

Hukum Merayakan Valentine’s Day:

Rosululloh  telah melarang untuk mengikuti tatacara peribadatan selain Islam: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. at-Tirmidzi). Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah  berkata: “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa per-buatan tersebut haram. Semisal memberi (ucapan) selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya…” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalaupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Alloh. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Alloh dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khomer atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah, atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Alloh.” Syaikh al-Utsaimin  ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan: “Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:

Pertama, ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam.

Kedua, ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf sholih (pendahulu kita) -semoga Alloh meridhoi mereka-. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lain-nya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan Diennya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Alloh melindungi kaum Muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang ter-sembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbinganNya.” Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan baro’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar aqidah yang dipegang oleh para salaf sholih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku. Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memper-banyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap roka’at sholatnya membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7).

Bagaimana bisa ia memohon kepada Alloh  agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang Mukmin dan di jauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Alloh  berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kalian); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Maidah: 51). “Kalian tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya.” (QS. Al-Mujadilah: 22)

Semoga bermanfaat.

Artikel:

www.inilahfikih.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inspirasi Sore

Renungan malam

Renungan jelang Isya